
Berminggu
lamanya aku berjuang mati-matian menjaga keseimbangan hubungan kami yang sedang
goyah tak tentu arah. Namun akhirnya, semuan jatuh berantakan dan yang bisa
kulakukan cuma berdiri mematung dalam balutan shock dan derita, terlalu lelah
untuk mengumpulkan kepingan-kepingannya. Bisa saja ia yang kusalahkan. Ia sudah
sering mengkhianati kepercayaanku. Ia terlalu malas, dan kekanak-kanakan. Atau,
bisa juga semua kesalahan hanya kutimpakan pada diriku sendiri. Aku terlalu
melibatkan diri, terlalu jatuh dalam cintanya, dan terlalu melindungi. Namun,
semakin lama kupirkan, semakin kusadari bahwa hubungan kami mirip permainan
tumpukan keping balok. Mulanya kokoh dan mantap, tapi seiring waktu, satu per
satu kepingan balok itu berjatuhan hingga bangunan itu bergetar dan akhirnya
runtuh dalam tumpukan besar sakit hati, airmata, dan kenangan pedih.
Alexander
Graham Bell pernah berkata, “Ketika satu pintu tertutup, ada pintu lain yang
terbuka. Namun kita sering hanya menyesali yang tertutup sehingga tak menyadari
ada ratusan bahkan ribuan pintu yang terbuka untuk kita.” Butuh waktu berbulan
lamanya untuk mengalihkan mataku dari pintu yang sudah terbanting dihadapanku.
Melalui lubang kunci, kulihat ia meneruskan hidupnya sendiri—kehidupan tanpa
kehadiranku. Kugedor pintu itu, kutendang, kuberteriak sampai rasa lelah
manghampiriku, tapi aku hanya bisa berdiri di luar, melihat ke dalam.
Suatu
hari mulai kusadari bahwa ditengah segenap deritaku, aku sudah menelantarkan
segala sesuatu yang kuanggap penting. Aku berdiri tak berteman, keluargaku sama
sekali tersisihkan dan beberapa bulan masa mudaku terbuang sia-sia gara-gara
seorang remaja laki-laki yang bodoh. Yang membuat diriku menjadi malu untuk
mentatap sinar sang surya. Tiba-tiba segelombang rasa sejuk menyapuku, dan aku
tahu bahwa aku akan menjadi diriku sendiri, tanpa tergantung pada siapa pun
demi kebahagiaanku sendiri. Akan kutempuh kehidupan milikku sendiri tanpa
peduli siapa pun yang akan membanting pintu di depanku. Hubungan cinta akan selalu runtuh, tapi hanya si kuat yang mampu
mengumpulkan kepingan-kepingannya dan memembangun kembali kehidupannya
menggunakan segala pengalamannya sebagai pijakan kaki untuk kembali berdiri, menatap matahari, dan
memulai segalanya!!
Ulangan
31:8
Tidak ada komentar:
Posting Komentar